Sejarah Peradaban Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah kebudayaan umat manusia proses tukar-menukar dan interaksi atau pinjam-meminjam konsep antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain memang senantiasa terjadi, seperti yang terjadi antara kebudayaan Barat dan peradaban Islam. Dalam proses ini selalu terdapat sikap resistensi dan akseptansi . Namun, dalam kondisi dimana suatu kebudayaan itu lebih kuat dibanding yang lain yang terjadi adalah dominasi yang kuat terhadap yang lemah. Istilah Ibn Khaldun, “masyarakat yang ditaklukkan, cenderung meniru budaya penakluknya”.
Ketika peradaban Islam menjadi sangat kuat dan dominan pada abad pertengahan, masyarakat Eropa cenderung meniru atau “berkiblat ke Islam”. Kini ketika giliran kebudayaan Barat yang kuat dan dominan maka proses peniruan itu juga terjadi. Terbukti sejak kebangkitan Barat dan lemahnya kekuasaan politik Islam, para ilmuwan Muslim belajar berbagai disiplin ilmu termasuk Islam ke Barat dalam rangka meminjam. Hanya saja karena peradaban Islam dalam kondisi terhegemoni maka kemampuan menfilter konsep-konsep dalam pemikiran dan kebudayaan Barat juga lemah.
B.  Rumusan Masalah
1.      Pengertian Sejarah Peradaban Islam ?
2.      Jaman Jahiliyah Bangsa Arab ?
3.      Dalil-dalil Tentang Sejaraha Perdaban Islam ?
C.  Tujuan Masalah
1.      Untuk Mengetahui Sejarah Peradaban Islam
2.      Untuk Mengetahui Jaman Jahiliyah Bangsa Arab
3.      Untuk Mengetahui Dalil-dalil Tentang Sejarah peradababan Islam

D.  Metode Penelitian
Metode yang digunakan dengan metode buku, internet dan sedikit pengetahuan kami.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sejarah Peradaban Islam
Pengertian sejarah secara etimologis berasal dari kata Arab "syajarah"  yang mempunyai arti "pohon kehidupan" dan yang kita kenal didalam bahasa ilmiyah yakni History. sejarah yang tesusun dari serangkaian pristiwa pada masa lampau, keseluruhan pengalaman manusia dan juga sejarah sebagai suatu cara yang dengannya fakta fakta di seleksi, di ubah ubah, di jabarkan dan di analisis. dan makna sejarah mempunyai 2 konsep :
1.     konsep sejarah yang memberikan pemahaman akan arti objektif tentang masa lampau.
2.    sejarah menunjukan maknanya yang subjektif, sebab masa lampau tersebut telah menjadi sebuah kisah atau cerita[1].
Beberapa pakar mengatakan bahwa peradaban berasal dari kata adab yang dalam pengertian ini mengandung pengertian tata krama, perilaku atau sopan santun. Dengan demikian peradaban adalah segenap prilaku sopan santun dan tata krama yang diwujudkan oleh umat Muslim dari waktu ke waktu baik dalam reaslitas politik, ekonomi dan sosial lainnya. Secara harfiah peradaban Islam itu terjemahan dari bahasa Arab al-khadlarah al-Islamiyah, atau al-madaniyah al Islamiyah atau al-tsaqofah al Islamiyah, yang sering juga diterjemahkan dengan kebudayaan Islam. Dalam bahasa Inggris ini disebut culture, adapula yang menyebutnya civilization. Di Indonesia, Arab dan Barat masih banyak yang mensinonimkan antara peradaban dengan kebudayaan.
Dengan merujuk pada pendapat Effat Sharqawi tentang peradaban diatas, maka Sejarah Peradaban Islam adalah gambaran produk aktivitas kehidupan umat Islam pada   masa lampau yang benar-benar terjadi dalam aspek politik, ekonomi, dan tekhnologi yang bersumberkan pada nilai-nilai ajaran Islam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Sejarah Peradaban Islam merupakan identitas ummat Islam sejak masa lampu[2].
Kajian tentang “peradaban” islam sekarang ini memang sudah menganut bahwa kebudayaan islam tedak lagi satu, tetapi sudah terdapat “peradaban” islam. Akan tetapi, tampaknya “peradaban-peradaban” islam yang dominan. Semuanya berkaitan dengan kawasan,  yaitu kawasan pengaruh kebudayaan Arab (Timur Tengah dan Afrika Utara,termasuk Spanyol Islam), kawasan pengaruh kebudayaan Persia (Iran dan negara- negara Islam Asia Tengah), kawasan pengruh kebudayaan Turki, dan kawasan pengaruh kebudayaan India Islam. Hal ini, tampaknya, sangat ditentukan oleh perkembangan politik Islam sampai periode pertengahan pertengahan. Kalau pada periode Klasik, peran Arab sangat menonjol kerena memang Islam hadir di sana, maka periode pertengahan muncul tiga kerajaan besar Islam yang mewakili tega kawasan budaya, yaitu kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia,  dan kerajaan Mughal di India. Kerajaan-kerajaan Isal yang lain, meski ada juga yang cukup besar, tetapi jauh lebih lemah bila dibandingkan dengan tiga kerajaan ini, bahkan berada dalam pengaruh salah satu di antaranya. Kajian politik rupanya masih sangat besar mempengaruhi kebudayaan dan peradaban. Studi Islam seperti ini,  maksudnya kajian Islam yang masih membatasi empat kawasan itu, masih terlihat dalam tulisan-tulisan ilmuwan kontemporer yang mengkaji keislaman, diantaranya Indonesia[3].
B.  Jaman Jahiliyah Bangsa Arab
Sebelum kita bicarakan tentang jaman jahiliyah Bangsa Arab , kita lihat dulu asal usul terjadi perkataan Jahiliyah. Mayoritas bangsa Arab mengikuti dakwah Nabi Isma’il ‘alaihissalaam, yaitu tatkala beliau menyeru kepada agama bapaknya, Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam. Inti ajarannya ialah beribadah kepada Allah ta’ala, mentauhidkan-Nya  dan memeluk agamanya.
Waktu bergulir sekian lama sehingga banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Meskipun demikian, masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syi`ar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amru bin Luhay, seorang pemimpin Bani Khuza’ah. Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal suka berbuat kebajikan, mengeluarkan, sedekah dan peka terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir menganggapnya sebagai ulama besar dan wali yang disegani.
Suatu saat dia (Amru bin Luhay) mengadakan safar (perjalanan) ke Syam, di sana dia melihat penduduk Syam yang menyembah berhala dan dia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan benar[1], karena menurutnya Syam adalah tempat para Rasul dan Kitab. Karena itu dia pulang sambil membawa berhala Hubal dan meletakkannya di dalam Ka’bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah untuk berbuat kesyirikan terhadap Allah ta’ala. Orang-orang Hijaz pada akhirnya banyak yang mengikuti penduduk Mekkah karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk Tanah Suci.
Berhala mereka yang tertua adalah Manat, yang ditempatkan di Musyallal di tepi Laut Merah di dekat Qudaid, kemudian mereka membuat (berhala) Lata di Tha’if dan Uzza di Wadi Nakhlah. Inilah tiga berhala yang paling besar. Setelah itu kesyirikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat di Hijaz.
Dikisahkan bahwa Amru bin Luhay mempunyai khadam (pembantu) dari bangsa Jin, dan Jin ini memberitahukan kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Nabi Nuh ‘alaihissalaam terpendam di Jeddah. Maka dia pun datang ke sana dan mengangkatnya kemudian membawanya ke Tihamah, setelah musim haji tiba, dia pun menyerahkan berhala-berhala itu kepada berbagai kabilah.
Akhirnya berhala-berhala itu kembali ke tempat asalnya masing-masing, dengan demikian di setiap kabilah dan di setiap rumah hampir bisa dipastikan ada berhalanya. Selain itu, mereka memenuhi Masjidil Haram dengan berbagai macam berhala dan patung. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaklukkan Mekkah, di sekitar Ka’bah terdapat 360 berhala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghancurkan berhala-berhala itu hingga runtuh semua, kemudian beliau memerintahkan agar berhala-berhala tersebut dikeluarkan dari masjid dan dibakar. Demikianlah kisah kesyirikan dan penyembahan terhadap berhala yang menjadi fenomena terbesar dari agama orang-orang Jahiliyah yang menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim. Mereka juga memiliki beberapa tradisi dan upacara penyembahan berhala yang mayoritasnya adalah kreasi Amru bin Luhay. Orang-orang mengira apa yang dikreasikan oleh Amru bin Luhay itu merupakan sesuatu yang baru dan baik serta tidak merubah agama Ibrahim[4].

C. Dalil-dali Tentang Sejarah Peradaban Islam
Peristiwa turunnya  Al Qur`an (Nuzulul Qur`an), merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah dan perkembangan peradaban Islam. Di saat itulah sosok pemuda terpercaya yang bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib resmi diangkat oleh Allah  s.w.t. sebagai nabi dan rasul terakhir sampai akhir zaman. Karenanya, bisa dikatakan, Nuzulul Qur`an dan kenabian Muhammad memiliki hubungan kasualitas: Tanpa turunnya  Al Qur`an, Muhammad tidak akan pernah diangkat menjadi nabi. Ayat yang pertama kali diperdengarkan ke telinga Nabi Muhammad s.a.w. adalah iqra! Ayat ini mengandung perintah membaca, membaca berarti berfikir secara teratur atau sitematis dalam mempelajari firman dan ciptaannya, berfikir dengan menkorelasikan antara ayat qauliah dan kauniah manusia akan mampu menmukan konsep-konsep sains dan ilmu pengetahuan. Bahkan perintah yang pertama kali dititahkan oleh Allah kepada Nabi Muhammada s.a.w.. dan umat Islam sebelum perintah-perintah yang lain adalah mengembangkan sains dan ilmu pengetahuan serta bagaimana cara mendapatkannya. tentunya ilmu pengetahuan diperoleh di awali dengan cara membaca, karena membaca adalah kunci dari ilmu pengetahuan, baik membaca ayat qauliah maupun ayat kauniah, sebab manusia itu lahir tidak mengetahui apa-apa, pengetahuan manusia itu diperoleh melalui proses belajar dan melalui pengalaman yang dikumpulkan oleh akal serta indra pendengaran dan penglihatan[demi untuk mencapai kejayaan, kebahagian dunia dan akhirat. Dalam  Al Qur’an terdapat kurang lebih 750 ayat rujukan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sementara tidak ada agama atau kebudayaan lain yang menegaskan dengan begitu tegas akan kepentingan ilmu dalam kehidupan manusia. Ini membuktikan bahwa betapa tingginya kedudukan sains dan ilmu pengetauan dalam  Al Qur’an (Islam).  Al Qur’an selalu memerintahkan kepada manusia untuk mendayagunakan potensi akal, pengamatan , pendengaran, semaksimal mungkin..
Al Qur’an kemudian menjadi kitab suci bagi umat Islam, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, Sejauh mana keabsahan ilmu harus diukur standarnya adalah  Al Qur’an. Ia adalah buku induk ilmu pengetahuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan, semuanya telah tercakup di dalamnya yang mengatur berbagai asfek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum minallah); sesama manusia (Hablum minannas); alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebgaianya.(Q.S.  Al An’am [6]: 38).  Sejarah telah mencatat dan mengakui bahwa Islam merupakan satu-satunya agama di dunia yang  yang sangat (bahkan paling) empatik dalam mendorong umatnya untuk menuntut ilmu,  membangun peradabannya, dengan  Al Qur’an sebagai sumbernya. Betapa tidak,  Al Qur’an sendiri mengandung banyak konsep-konsep sains, ilmu pengetahuan dan teknologi serta pujian terhadap orang-orang yang berilmu. Dalam Q.S.  Al Mujadalah [58]: 11 Allah berfirman, “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat”. Peradaban Islam bahkan pernah merajai peradaban-peradaban besar lainnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Muslim tampil kepentas dunia ilmu pengetahuan, sains dan teknelogi, seperti  Al Farabi,  Al Kindi, Ibnu Sina, Ikhwanusshafa, Ibn Miskwaih, Nasiruddin  Al Thusi, Ibn rusyd, Imam  Al Ghazali,  Al Biruni, Fakhrudin ar-Razy, Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hambali dan lain-lain. Ilmu yang mereka kembangkan pun bebagai maca disiplin ilmu, bahkan meliputi segala cabang ilmu yang berkembang pada masa itu, antara lain: ilmu Filsafat, Astrnomi, Fisika, Astronomi, Astrologi, Alkemi, Kedokteran, Optik, Farmasi, Tasauf, Fiqih, Tafsir, Ilmu Kalam dan sebagainya, pada masa itu kejayaan, kemakmuran, kekuasaan dan politik berda di bawah kendali umat Islam, karena mereka meguasai sains, ilmu pengetahuan  dan teknelogi dengan menjadikan  Al Qur`an sebagai pedoman dan sumber rujukannya.
Hal ini tentu sangat wajar, karena sains dan ilmu pengetahuan merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci  Al Qur’an. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam  Al Qur’an sebanyak 105 kali, tetapi dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali. Sains merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam ingin melakasanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan, pelaksanaan haji semuanya punya waktu-waktu tertentu dan untuk mentukan waktu yang tepat diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam Islam pada abad pertengahan dikenal istilah “ sains mengenai waktu-waktu tertentu. Banyak lagi ajaran agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknelogi, seperti untuk menunaikan ibadah haji, bedakwah menyebarkan agama Islam diperlukan kendraan sebagai alat transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu pengetahuan dalam  Al Qur’an, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan konsep dan teori yang sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam Q.S Ar-Rahman [55] :33, ”Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.
Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan (sulthan); kekuatan yang dimaksud di sisni sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknelogi, dan hal ini telah terbukti di era mederen sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menmbus angksa luar bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan teknelogi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, pelanet Mars, Juipeter dan pelanet-pelanet lainnya.
Jika sekarang kita menyaksikan kemajuan peradaban Barat, maka sesungguhnya kemajuan peradaban yang telah diperoleh mereka dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknelogi di abad modren ini, merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad pertengahan. Dengan kata lain ilmuan muslim banyak memberikan sumbangan kepada ilmua barat, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Perdaban Islam “kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol.” Dan ini diakui oleh sebagian mereka. Sains dan teknelogi baik itu yang ditemukan oleh ilmuan muslim maupun oleh ilmuan barat pada masa dulu, sekarang dan yang akan datang, itu semua sebagai bukti kebenaran informasi yang terkandung di dalam  Al qur’an, karena jauh sebelum peristiwa penemuan-penemuan itu terjadi  Al Qur’an telah memberikan isyarat-isyarat tentang hal itu, dan ini termasuk bagian dari kemukjizatan  Al Qur’an, dimana kebenaran yang terkandung didalamnya selalu terbuka untuk dikaji, didiskusikan, diteliti, diuji dan dibuktikan secara ilmiyah oleh siapapun[5].


BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Sejarah Peradaban Islam ibarat kata seperti “Pohon Kehidupan” , yang dibahas dari akar sampai buahnya. Sejarah Peradaban Islam bisa kita temui dari bukti peninggalan benda terdahulu, seperti Masjidil Haram (Mekah), Masjidil Aqsa (Madinah) dan lain sebagainya. Bangsa Arab telah meninggalkan agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim Alaihi Salam dengan beralih menyembah berhala sehingga kemusyrikan dan penyembah benda-benda alam menjadi kepercayaan  yang mendarah daging  dikalangan bangsa Arab.
B.  Saran
Demikianlah makalah yang telah penulis sampaiakan, semoga bermanfaat bagi semua pembaca. Penulis menyadari makalah ini jauh akan kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis dapat menghasilkan karya yang lebih baik.

C.      
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri, SEJARAH PERADABAN ISLAM, (Jakarta. Rajawali Pers. 2013)






0 komentar:

Posting Komentar